Selasa, 23 Desember 2014

Rasa Syukur


Setiap manusia sudah seharusnya memiliki rasa syukur. Rasa yang wajib dimiliki setiap pribadi yang menyadari bahwa hidup yang dijalaninya adalah anugrah dari Sang Pencipta. Dengan kesadaran tersebut, segala hal yang dijalaninya dalam hidup (pemberian dari Tuhan) selalu disyukurin. Rasa syukur bukan hanya dimiliki dalam keadaan tertentu namun dalam setiap saat dan keadaan apapun. Itulah yang disebut dengan rasa syukur yang sesungguhnya, tinggal menetap dalam hati bukan muncul sesuai keadaan.

Benar, setiap orang bisa mengatakan dirinya selalu memiliki rasa syukur tetapi bukan dengan sikapnya. Siapapun dapat memberikan pengakuan dengan mulut, namun tidak dengan hati dan sikapnya. Terutama dalam hal bersyukur, hanya orang-orang yang telah “dewasa” saja yang akan mampu mengaku bersyukur dengan mulutnya dan menunjukkan rasa syukur dalam hatinya melalui sikapnya dalam menjalani setiap saat hidup yang Tuhan izinkan untuk dijalaninya.

Saya menggunakan istilah “dewasa” bukan merujuk pada kedewasaan usia namun kedewasaan mental. Pribadi yang dewasa akan selalu dapat memahami bahwa dalam segala keadaan dan setiap saat yang Tuhan izinkan untuk dilaluinya selama masa pengasihan (hidup) nya adalah hal yang terbaik. Karena Tuhan adalah satu-satunya Sang Pencipta yang sempurna. Sehingga tidak ada satu hal pun yang layak dijadikan sebagai alasan untuk tidak bersyukur, dalam lingkupan kasih-Nya.

Seorang anak kecil sangat wajar menangis dan berontak ketika apa yang dia inginkan tidak dipenuhi oleh orang tua nya. Karena mereka masih berada pada tahap awal pembelajaran kehidupan. Berbeda dengan seorang pribadi yang telah dewasa sangat tidak wajar bersikap tanpa rasa syukur, padahal telah melalui setiap pembelajaran kehidupan dalam setiap saat pertambahan usia dan kesempatan yang diberikan Tuhan.

Selain itu tentu kita manusia sebagai makhluk tidak sempurna saja menyadari bahwa seorang anak kecil terlebih usia balita tidak mungkin kita percayakan pengelolahan harta baik itu warisan, perusahaan atau tanggung jawab lainnya. Karena atas diri balita itu sendiri pun, masih kita lah (orangtua/wali/pengasuh) yang harus bertanggungjawab. Apalagi Tuhan yang maha sempurna, tentu akan sangat penuh pertimbangan untuk memberikan kita kesempatan untuk memegang amanah dan atau menerima kepercayaan.

Saya yakin, bahwa tingkat rasa syukur yang kita miliki adalah salah satu faktor pertimbangan utama-Nya. Rasa syukur adalah awal dari damai sejahtera dan sukacita. Di mana dengan memiliki keduanya, seseorang menjadi lebih penuh pertimbangan  (bijaksana) dan produktif, tanpa diikuti keserakahan.
So, marilah kita terus belajar dan meningkatkan rasa syukur yang sesungguhnya.


Tuhan senantiasa melingkupi kita dengan kasih-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hidup adalah proses pembelajaran untuk lebih baik dan saya pun sedang terus belajar. Terimakasih bagi seluruh pembaca setia. Mari saling berbagi dan nasihat itu pun baik (menghakimi itu hak Allah).Silahkan berpendapat dan berbagi dengan positif dan itikad baik.