Setiap manusia sudah
seharusnya memiliki rasa syukur. Rasa yang wajib dimiliki setiap pribadi yang
menyadari bahwa hidup yang dijalaninya adalah anugrah dari Sang Pencipta.
Dengan kesadaran tersebut, segala hal yang dijalaninya dalam hidup (pemberian
dari Tuhan) selalu disyukurin. Rasa syukur bukan hanya dimiliki dalam keadaan
tertentu namun dalam setiap saat dan keadaan apapun. Itulah yang disebut dengan
rasa syukur yang sesungguhnya, tinggal menetap dalam hati bukan muncul sesuai
keadaan.
Benar, setiap orang bisa
mengatakan dirinya selalu memiliki rasa syukur tetapi bukan dengan sikapnya.
Siapapun dapat memberikan pengakuan dengan mulut, namun tidak dengan hati dan
sikapnya. Terutama dalam hal bersyukur, hanya orang-orang yang telah “dewasa”
saja yang akan mampu mengaku bersyukur dengan mulutnya dan menunjukkan rasa
syukur dalam hatinya melalui sikapnya dalam menjalani setiap saat hidup yang
Tuhan izinkan untuk dijalaninya.
Saya menggunakan istilah
“dewasa” bukan merujuk pada kedewasaan usia namun kedewasaan mental. Pribadi
yang dewasa akan selalu dapat memahami bahwa dalam segala keadaan dan setiap
saat yang Tuhan izinkan untuk dilaluinya selama masa pengasihan (hidup) nya
adalah hal yang terbaik. Karena Tuhan adalah satu-satunya Sang Pencipta yang
sempurna. Sehingga tidak ada satu hal pun yang layak dijadikan sebagai alasan
untuk tidak bersyukur, dalam lingkupan kasih-Nya.
Seorang anak kecil sangat
wajar menangis dan berontak ketika apa yang dia inginkan tidak dipenuhi oleh
orang tua nya. Karena mereka masih berada pada tahap awal pembelajaran
kehidupan. Berbeda dengan seorang pribadi yang telah dewasa sangat tidak wajar
bersikap tanpa rasa syukur, padahal telah melalui setiap pembelajaran kehidupan
dalam setiap saat pertambahan usia dan kesempatan yang diberikan Tuhan.
Selain
itu tentu kita manusia sebagai makhluk tidak sempurna saja menyadari bahwa
seorang anak kecil terlebih usia balita tidak mungkin kita percayakan
pengelolahan harta baik itu warisan, perusahaan atau tanggung jawab lainnya. Karena
atas diri balita itu sendiri pun, masih kita lah (orangtua/wali/pengasuh) yang
harus bertanggungjawab. Apalagi Tuhan yang maha sempurna, tentu akan sangat
penuh pertimbangan untuk memberikan kita kesempatan untuk memegang amanah dan
atau menerima kepercayaan.
Saya yakin, bahwa tingkat
rasa syukur yang kita miliki adalah salah satu faktor pertimbangan utama-Nya.
Rasa syukur adalah awal dari damai sejahtera dan sukacita. Di mana dengan
memiliki keduanya, seseorang menjadi lebih penuh pertimbangan (bijaksana) dan produktif, tanpa diikuti
keserakahan.
So, marilah kita terus
belajar dan meningkatkan rasa syukur yang sesungguhnya.
Tuhan senantiasa melingkupi
kita dengan kasih-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Hidup adalah proses pembelajaran untuk lebih baik dan saya pun sedang terus belajar. Terimakasih bagi seluruh pembaca setia. Mari saling berbagi dan nasihat itu pun baik (menghakimi itu hak Allah).Silahkan berpendapat dan berbagi dengan positif dan itikad baik.