Minggu, 04 Januari 2015

Cinta tanpa Alasan


Cinta tanpa alasan merupakan cinta yang sesungguhnya. Cinta yang sebenarnya ingin diraih setiap orang yang ingin tahu alasan pasangannya dalam mencintai dirinya. Tentu terdengar aneh bukan ? Namun, sadar atau tidak, itu lah kita manusia, seringkali tidak memahami keinginan dan kebutuhan  untuk menggapai bahagia yang sesungguhnya.

Kebanyakan dari kita, terlebih pasangan muda mudi yang sedang kasmaran dan merajut tali cinta, akan berusaha sekeras mungkin untuk mengetahui alasan pasangannya dalam mencintainya. Menemukan alasan yang jujur dari pasangan atas keputusan pasangan menetapkan pilihan terakhir si pasangan kepada dirinya. Dan tidak sedikit dari kita yang akan merasa sangat senang ketika pasangan kita dapat memberikan 1001 (seribu satu) alasan dalam mencintai kita. Sebaliknya, kita akan sangat kecewa ketika pasangan kita bingung menjawab pertanyaan kita dan tidak mampu memberikan 10 alasan saja.

Tidak heran, jika setiap manusia yang memiliki pasangan telah mempersiapkan dirinya dengan pertanyaan standar tentang “alasan mencintai”. Dengan kata lain, kita juga tahu bahwa, 1001 (seribu satu) alasan tadi tidak sepenuhnya muncul dari hati, tapi ada juga yang hanya berasal dari logika pikiran. Saya tidak bermaksud, untuk membuat setiap kita khawatir tentang ‘alasan mencintai”, hanya ingin memberikan gambaran tambahan yang semoga berguna bagi kita.

Jika pasangan mampu memberikan 10001 atau 10 alasan dalam mencintai kita, itu baik adanya. Hanya saja, berharaplah bahwa yang berada pada urutan pertama dari ke 1001 atau ke 10 alasan yang dimilikinya, adalah jawaban sebagai berikut :
“Sebenarnya saya kurang tahu, yang saya tahu Tuhan telah lebih dulu mengasihi saya dan Tuhan meletakkan kasih-Nya dalam hati saya untuk mencintai kamu dengan kasih-Nya. Dan saya telah mengkonfirmasikannya melalui doa pada Tuhan yang membuat hati saya mencintai kamu.”

Itu bukan jawaban standar, melainkan jawaban yang sangat istimewa dan dengan restu Tuhan, akan membuat kita merasa bahagia bersama pasangan. Mau tahu alasannya kan? Alasannya, sangat sederhana. Tuhan itu kekal adanya, demikian juga dengan kasih-Nya. Tuhan juga mengasihi kita tidak dengan membangkit-bangkit, terlepas dari keadaan kita, kasih-Nya terus mengalir pada kita. Jadi, jika pasangan kita mengasihi kita  karena Tuhan dan dengan kasih Tuhan, maka cinta pasangan ke kita akan lebih awet dan tidak pamrih.

Berbeda dengan ke 1001 atau ke 10 alasan lainnya, yang ke depannya pasti akan menimbulkan sedikit banyak kekecewaan yang dapat memudarkan cinta pasangan. Kita harus mengakui bahwa semakin banyak alasan pasangan mencintai kita saat ini, maka akan semakin banyak pula PR kita dalam mempertahankan alasan-alasan itu selama kita bersama pasangan, agar cintanya tetap bagi kita. 

Sebagai contoh, seorang pria mencintai seorang gadis karena gadis itu baik, cantik, dan mirip seperti ibu si pria. Yup, ketiga itu lah alasan yang diberikan si pria pada si gadis, ketika si gadis menanyakan alasan si pria mencintai dirinya. Artinya, SAAT ITU, si gadis memang baik, cantik, dan mirip ibu si pria. Itu pendapat si pria sebelum hidup 24 jam sehari, 7 hari seminggu, dan 365 hari dalam setahun, bersama si gadis. Dan kalaupun pendapat si pria benar adanya, yang penjadi pertanyaan, apakah ada yang mampu menggaransi bahwa si gadis pasti tidak akan berubah, sedangkan manusia bukanlah makhluk yang stabil. Tentu jawabannya, tidak seorangpun yang mampu, karena manusia diwajibkan harus terus menyesuaikan diri dengan pergerakanwaktu.

Katakanlah dengan ketiga alasan tadi si pria mencintai gadis tersebut dengan seutuh/sepenuh hatinya. Bagaimana ketika suatu saat oleh karena sesuatu sebab, yang mungkin berasal dari dalam diri si gadis sendiri, atau tekanan dari luar dirinya, si gadis tidak lagi baik di hadapan si pria yang adalah pasangannya. Tentu si pria akan kecewa dan sejujurnya cinta si pria kini tidak lagi utuh, pria itu hanya akan mencintai pasangannya dengan 2 per 3 hatinya, sesuai dengan jumlah alasan yang kini dimilikinya. Lalu, ternyata di kemudian hari karena satu dan lain sebab, seperti usia yang bertambah, penyakit kritis, keadaan ekonomi dan lainnya, si gadis tidak lagi cantik parasnya, ditambah si pria semakin mendapati banyak perbedaan antara ibunya dengan gadis yang kini menjadi pasangannya. Ini akan menjadi saat terberat bagi keduanya, karena tidak ada lagi cinta seiring tidak adanya alasan yang bertahan. Sangat menyedihkan, namun begitulah kekecewaan akan memungkinkan perasaan tidak menentu. Hal inilah yang sesungguhnya menjadi pemicu para pasangan yang telah menikah, berjanji sehidup semati di hadapan Tuhan, memutuskan untuk berpisah atau hidup bersama dengan tetap saling menyakiti secara fisik dan atau non fisik.

Akan sangat berbeda kondisinya, jika ilustrasinya kita ubah. Terdapat seorang pria yang tidak dapat memberikan 10 atau 1001 alasan pada si gadis yang menjadi pasangannya ketika ditanyakan, alasannya mencintai gadis tersebut. Satu-satunya alasan yang diketahuinya adalah bahwa dia mencintai gadis itu  karena Tuhan telah lebih dulu mengasihi saya dan Tuhan meletakkan kasih-Nya dalam hati saya untuk mencintai kamu dengan kasih-Nya. Dan saya telah mengkonfirmasikannya melalui doa pada Tuhan yang membuat hati saya mencintai kamu.” Mungkin saat mendengarnya, gadis itu tidak akan sesenang gadis lain yang mendengar 10 atau 1001 alasan dari pasangan mereka. Tapi yakinlah, bagaimanapun kondisi gadis itu kedepannya, si pria akan terus mendampingi dan mencintainya tanpa diliputi rasa kecewa atas keputusannya yaitu telah memilih gadis itu sebagai pasangan hidupnya. Karena, Tuhan yang Maha Sempurna selalu menyempurnakan cinta dalam hati si pria. Sehingga rumah tangga yang mereka bina dalam Tuhan akan langgeng dan damai serta penuh dengan sukacita oleh Roh-Nya.

Sekalipun saya memberikan contoh tentang cinta seorang pria pada seorang gadis, hal demikian juga berlaku sama tentang cinta seorang gadis pada seorang pria.

Akhir kata, saya berdoa kiranya setiap kita dapat saling mengasihi dalam dan dengan kasih Tuhan.


Tuhan yang setia mengasihi kita lebih lagi.

Sabtu, 03 Januari 2015

Rasa Malas

Malas pangkal miskin dan rajin pangkal kaya.
Pepatah ini telah saya dengar dari semasa kanak-kanak, dan saya juga mengakui kebenarannya. Namun, dalam prakteknya, tanpa disadari ternyata saya juga begitu sering mengingkarinya dalam kehidupan saya sehari-hari. Tentu saja saya tidak terang-terangan mengakui pengingkaran saya, meskipun hanya berupa pengakuan terhadap diri sendiri. Saya akan menciptakan seribu satu alasan untuk menghindari pengakuan akan pengingkaran pepatah tersebut. 

Dengan kata lain, meskipun saya sedang menjalaninya (kemalasan), begitu susah untuk memberi pengakuan bahwa saya terserang penyakit malas. Penyakit yang berasal dan hanya dapat disembuhkan oleh diri saya sendiri. Karena di sisi lain saya juga menyadari bahwa malas adalah salah satu bentuk dosa dan upaya si iblis untuk menggoda manusia untuk menjadi pribadi yang tidak tahu bersyukur atas anugrah yang dikaruniakan sang Pencipta dan tidak dapat menghormati Tuhan Yang Maha Adil.


Jadi untuk menutupi rasa bersalah yang saya miliki, saya akan mencari dan menemukan alasan yang saya anggap tepat untuk membela diri. (Pada dasarnya tidak akan pernah ada alasan yang tepat sih untuk itu). 

Adapun alasan yang pernah saya gunakan antara lain :
# “saya menunda pekerjaan ini karena saya lelah dan butuh hiburan” (nyatanya : seharusnya, saya masih dimampukan Tuhan untuk mengerjakan pekerjaan tersebut lebih dahulu, sebelum akhirnya saya istirahat dan menikmati hiburan) ;
# “saya belum bisa memulai pekerjaan ini karena saya sedang tidak fokus untuk yang satu ini " ( nyatanya sang Pemberi Hikmat pasti mengetahui bahwa seandainya saya tidak sedang “malas” saya pasti bisa usaha sedikit lebih untuk dapat konsentrasi dan fokus memulai pekerjaan tersebut dengan maksimal)
# “saya sudah/sedang ingin tidur, jadi tidak mungkin mengerjakan pekerjaan yang ini, kalau pekerjaan yang lain masih memungkinkan sih” ( nyatanya, Yang Maha Tahu, sangat memahami bahwa itu hanya alasan saya saja untuk menghindari pekerjaan tersebut karena saya sedang tidak rajin)

Yup, itulah 3 (tiga) contoh kemalasan yang saya lakukan namun saya ingkari. Saya mengingkari, karena saya tidak bersedia dilabelin sebagai pemalas. Ya, cukup lucu dan memalukan sih. Dan saat ini saya memberanikan diri untuk menuliskan hal ini dan membagikannya kepada para sahabat, dengan maksud yang baik dan benar.

Adapun maksud saya adalah dengan menuliskan setiap kata yang sahabat baca saat ini, itu berarti saya juga merenungkan setiap “kemalasan” yang pernah saya lakukan, hingga menimbulkan penyesalan dan meneguhkan diri saya untuk tidak mengulanginya kembali serta senantiasa berusaha lebih maksimal menjadi pribadi yang lebih rajin. 

Selain itu, dengan berbagi kepada para Sahabat, saya berharap para Sahabat yang mungkin pernah melakukan seperti atau mirip dengan apa yang saya lakukan (dalam tulisan ini) dapat menyadari dan mengakui bahwa kemalasan merupakan salah satu bentuk dosa yang harus kita hilangkan dari kehidupan kita. Besar harapan saya bahwa setiap kita dapat menjadi pribadi yang lebih baik lagi dan semakin hari semakin berkenan di hadapan Tuhan. Terutama saat ini masih hari awal di tahun 2015, jadi merupakan saat yang tepat untuk menyusun resolusi tahun baru

Tahun Baru, Resolusi Baru, Kemalasan Hilang Berganti Kerajinan J

Kamis, 01 Januari 2015

Tahun Baru dan Resolusi Baru




Selamat tahun baru!!

Selamat bagi setiap kita yang masih beroleh kemurahan hati-Nya untuk menjalani tahun 2015. Tahun yang baru setelah menjalani hari-hari yang penuh dengan warna-warni selama tahun 2014. Tentu dari sekian warna yang kita lalui, terdapat warna yang sangat kita sukai, hingga menjadikan hari tersebut begitu berarti bagi kita. Dan kita pun tidak bisa memungkiri di antara 365 hari selama tahun 2014, terdapat juga hari yang kita jalani dengan berat hati. Bisa jadi hari tersebut diwarnai dengan warna gelap berupa kesedihan, kekecewaan, atau tekanan yang begitu berat. Namun, apapun yang telah kita lalui, mudah atau tidak, menyenangkan atau tidak, yang pasti sekarang kita harus bersyukur. Bersyukur karena berhasil melangkahkan kaki di tahun yang baru ini, tahun 2015.

Selamat datang tahun 2015, aku (kami) pasti akan berhasil menjalani setiap hari yang engkau miliki, kami pasti akan berhasil melakukan yang terbaik.
Benar, kita sebaiknya mengawali tahun 2015 ini dengan rasa syukur dan disusul dengan pengharapan. Pengharapan yang lebih kita kenal dengan resolusi, resolusi tahun baru.

Saya dan sebagian dari kita begitu sering mendengar kata “resolusi” bahkan telah beberapa kali membuat resolusi tahun baru. Resolusi tahun baru merupakan tradisi sekuler yang sayang untuk dilewatkan. Namun, selama ini saya dan sebagian dari kita, tidak sepenuhnya memahami makna kata “resolusi”. Yang saya mengerti (dahulu) resolusi adalah harapan atau keinginan yang ingin digapai. Ternyata pengertian yang saya pahami, tidaklah sesuai dengan makna harafiah dari “Resolusi” itu sendiri.

Secara harafiah, “resolusi” berarti ketetapan hati, kebulatan hati, keputusan atau komitmen bulat akan sesusatu. Dengan demikian jika dihubungkan dengan tradisi “resolusi tahun baru”, makna resolusi dapat berarti keputusan yang telah dipikirkan dengan matang dan ditetapkan dengan kebulatan hati, akan sesuatu yang ingin dilakukan atau dicapai sepanjang tahun yang baru, tahun 2015.

Saya tidak meremehkan pengertian kata “pengharapan” , saya hanya ingin menegaskan bahwa resolusi bukan sekedar harapan namun keputusan bulat yang harus dijalani dengan kebulatan hati pula. Ini bukan kejam, hanya saja lebih konsisten untuk menggapai keberhasilan yang diharapkan.

Jadi, marilah kita menyusun “resolusi tahun baru” kita dengan sedemikian, sebagaimana makna harafiah nya. Dengan adanya resolusi yang ditetapkan akan membuat kita menjadi lebih terarah dan memahami fokus dari perjalanan kita. Tentu saja, menetapkan resolusi baru dengan pemahaman yang lebih baik, akan membuat kita juga memiliki gambaran yang jelas akan setiap langkah demi langkah yang harus kita lalui dalam meraih segala daftar resolusi yang telah kita miliki.

Kesimpulannya, akumulasi dari rasa syukur, pengharapan, pemahaman yang benar, dan resolusi yang tepat, merupakan langkah awal yang akan membawa kita pada kemenangan kita di dalam kasih setia Tuhan Yang Maha Kuasa.

Sekali lagi “Selamat Tahun Baru dengan Resolusi Baru” bagi setiap kita yang dikasihi-Nya.