Malas pangkal miskin dan
rajin pangkal kaya.
Pepatah ini telah saya
dengar dari semasa kanak-kanak, dan saya juga mengakui kebenarannya. Namun,
dalam prakteknya, tanpa disadari ternyata saya juga begitu sering
mengingkarinya dalam kehidupan saya sehari-hari. Tentu saja saya tidak
terang-terangan mengakui pengingkaran saya, meskipun hanya berupa pengakuan
terhadap diri sendiri. Saya akan menciptakan seribu satu alasan untuk
menghindari pengakuan akan pengingkaran pepatah tersebut.
Dengan kata lain,
meskipun saya sedang menjalaninya (kemalasan), begitu susah untuk memberi pengakuan bahwa
saya terserang penyakit malas. Penyakit yang berasal dan hanya dapat
disembuhkan oleh diri saya sendiri. Karena di sisi lain saya juga menyadari
bahwa malas adalah salah satu bentuk dosa dan upaya si iblis untuk menggoda
manusia untuk menjadi pribadi yang tidak tahu bersyukur atas anugrah yang
dikaruniakan sang Pencipta dan tidak dapat menghormati Tuhan Yang Maha Adil.
Jadi untuk menutupi rasa
bersalah yang saya miliki, saya akan mencari dan menemukan alasan yang saya
anggap tepat untuk membela diri. (Pada dasarnya tidak akan pernah ada alasan yang tepat sih untuk itu).
Adapun alasan yang pernah saya gunakan antara
lain :
# “saya menunda pekerjaan ini karena saya lelah dan butuh hiburan” (nyatanya : seharusnya, saya masih dimampukan Tuhan untuk mengerjakan pekerjaan tersebut lebih dahulu, sebelum akhirnya saya istirahat dan menikmati hiburan) ;
# “saya menunda pekerjaan ini karena saya lelah dan butuh hiburan” (nyatanya : seharusnya, saya masih dimampukan Tuhan untuk mengerjakan pekerjaan tersebut lebih dahulu, sebelum akhirnya saya istirahat dan menikmati hiburan) ;
# “saya
belum bisa memulai pekerjaan ini karena saya sedang tidak fokus untuk yang satu
ini " ( nyatanya sang Pemberi Hikmat pasti mengetahui bahwa seandainya saya tidak
sedang “malas” saya pasti bisa usaha sedikit lebih untuk dapat konsentrasi dan
fokus memulai pekerjaan tersebut dengan maksimal) ;
# “saya sudah/sedang ingin
tidur, jadi tidak mungkin mengerjakan pekerjaan yang ini, kalau pekerjaan yang
lain masih memungkinkan sih” ( nyatanya, Yang Maha Tahu, sangat memahami bahwa
itu hanya alasan saya saja untuk menghindari pekerjaan tersebut karena saya
sedang tidak rajin).
Yup, itulah 3 (tiga) contoh kemalasan yang saya lakukan
namun saya ingkari. Saya mengingkari, karena saya tidak bersedia dilabelin
sebagai pemalas. Ya, cukup lucu dan memalukan sih. Dan saat ini saya memberanikan diri untuk menuliskan hal ini dan membagikannya kepada para sahabat, dengan maksud yang baik dan benar.
Adapun maksud saya adalah dengan menuliskan setiap
kata yang sahabat baca saat ini, itu berarti saya juga merenungkan setiap
“kemalasan” yang pernah saya lakukan, hingga menimbulkan penyesalan dan meneguhkan diri
saya untuk tidak mengulanginya kembali serta senantiasa berusaha lebih maksimal menjadi
pribadi yang lebih rajin.
Selain itu, dengan berbagi kepada para Sahabat, saya
berharap para Sahabat yang mungkin pernah melakukan seperti atau mirip dengan
apa yang saya lakukan (dalam tulisan ini) dapat menyadari dan mengakui bahwa
kemalasan merupakan salah satu bentuk dosa yang harus kita hilangkan dari
kehidupan kita. Besar harapan saya bahwa setiap kita dapat menjadi pribadi yang
lebih baik lagi dan semakin hari semakin berkenan di hadapan Tuhan. Terutama
saat ini masih hari awal di tahun 2015, jadi merupakan saat yang tepat untuk
menyusun resolusi tahun baru.
Tahun Baru, Resolusi Baru, Kemalasan Hilang
Berganti Kerajinan J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Hidup adalah proses pembelajaran untuk lebih baik dan saya pun sedang terus belajar. Terimakasih bagi seluruh pembaca setia. Mari saling berbagi dan nasihat itu pun baik (menghakimi itu hak Allah).Silahkan berpendapat dan berbagi dengan positif dan itikad baik.